EKOLOGI
UMUM
EKOLOGI KOMUNITAS
KELOMPOK 8 :
Ø RESKY PRAYODA (H41111321)
Ø INNEKE SINTYA (H41111322)
Ø GRACE CHRISTINE (H41111324)
Ø MUH. HAIDIR A. (H41111325)
PROGRAM STUDI
BIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena berkat serta perlindungannya
sehingga penulisan makalah mengenai “Ekologi Umum” yang lebih membahas mengenai
“ Ekologi Komunitas“ dapat selesai pada waktunya.
“Tak
ada gading yang tak retak “ begitupun dengan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga penulis memohon kritik dan saran yang membangun dalam
pengembangan atau perbaikan untuk
makalah ini kedepannya.
Semoga
dengan pembuatan makalah Ekologi Umum yang spesifik membahas mengenai “Ekologi
Komunitas“ ini dapat menambah informasi
bagi kita tentang segala hal yang berhubungan dengan kesehatan.
Makassar, 5 Mei
2012
Kelompok 8
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Komunitas merupakan kumpulan dari berbagai populasi yang
hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan
mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih
kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi. Nama Komunitas. Nama
komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat-sifat komunitas
tersebut. Cara yang paling sederhana, memberi nama itu dengan menggunakan
kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang
rumput, padang pasir, hutan jati.
Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah
dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik hidup maupun tidak.
Ringkasannya pemberian nama komunitas dapat berdasarkan : 1) Bentuk atau
struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau indikator lainnya
seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae,
dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil
2) Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan,dll, 3) Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik. Macam-macam Komunitas. Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar dapat dibagi dalam dua bagian yaitu (1) Komunitas akuatik, komunitas ini misalnya yang terdapat di laut, di danau, di sungai, di parit atau di kolam, (2) Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.
2) Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan,dll, 3) Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik. Macam-macam Komunitas. Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar dapat dibagi dalam dua bagian yaitu (1) Komunitas akuatik, komunitas ini misalnya yang terdapat di laut, di danau, di sungai, di parit atau di kolam, (2) Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.
I.2 Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut :
1. Mengetahui dan memahami pengertian
komunitas
2. Mengetahui dan memahami pembagian komunitas
3. Mengetahui dan memahami pengertian
struktur komunitas
4. Mengetahui dan memahami konsep
pengamatan pola komunitas
5. Mengetahui dan memahami
interaksi antar spesies anggota populasi
BAB II
PEMBAHASAN
I.1
Pengertian Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang
hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan
mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih
kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Komunitas ialah beberapa kelompok
makhluk yang hidup bersama-sama dalam suatu tempat yang bersamaan, misalnya
populasi semut, populasi kutu daun, dan pohon tempat mereka hidup membentuk
suatu masyarakat atau suatu komunitas. Dengan memperhatikan
keanekaragaman dalam komunitas dapatlah diperoleh gambaran tentang kedewasaan
organisasi komunitas tersebut. Komunitas dengan populasi ibarat makhluk
dengan sistem organnya, tetapi dengan tingkat organisasi yang lebih tinggi
sehingga memiliki sifat yang khusus atau kelebihan yang tidak dimiliki oleh
baik sistem organ maupun organisasi hidup lainnya.
Perubahan komunitas yang sesuai
dengan perubahan lingkungan yang terjadi akan berlangsung terus sampai pada
suatu saat terjadi suatu komunitas padat sehingga timbulnya jenis tumbuhan atau
hewan baru akan kecil sekali kemungkinannya. Namun, perubahan akan selalu
terjadi. Oleh karena itu, komunitas padat yang stabil tidak mungkin dapat
dicapai. Perubahan komunitas tidak hanya terjadi oleh timbulnya penghuni
baru, tetapi juga hilangnya penghuni yang pertama.
Sering terjadi, spesies tumbuhan dan
hewan dijumpai berulangkali dalam pelbagai komunitas dan menjalankan fungsi
yang agak berbeda. Kombinasi antara habitat , tempat suatu spesies hidup,
dengan fungsi spesies dalam habitat itu memberikan pengertian nicia (niche).
Konsep nicia ini penting karena selain dapat digunakan untuk meramal
macam tumbuhan dan hewan yang yang dapat ditemukan dalam suatu komunitas, juga
dipakai untuk menaksir kepadatan serta fungsinya pada suatu musim.
Kepadatan individu dalam suatu populasi
langsung dapat dikaitkan dengan pengertian keanekaragaman. Istilah ini
dapat diterapkan pada pelbagai bentuk, sifat, dan ciri suatu komunitas.
Misalnya, keanekaragaman di dalam spesies, keanekaragaman dalam pola
penyebaran. Margalef (1958) mengemukakan bahwa untuk menentukan
keanekaragaman komunitas perli dipelajari aspek keanekaragaman itu dalam
organisasi komuniatsnya. Misalnya mengalokasikan individu populasinya ke
dalam spesiesnya, menempatkan spesies tersebut ke dalam habitatnya, menentukan
kepadatan relatifnya dalam habitat tersebut dan menempatkan setiap
individu ke dalam tiap habitatnya dan menentukan fungsinya. Dengan
memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapat diperoleh gambaran tentang
kedewasaan organisasi komunitsas tersebut. Hal ini menunjukkan tingkat
kedewasaannya sehingga keadaannya lebih mantap.
Komunitas, seperti halnya tingkat organisasi
makhluk hidup lain, juga mengalami serta menjalani siklus hidup.
Komunitas Ditinjau dari segi fungsinya,
tumbuhan dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat
membentuk suatu kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungan
yang dapat memunuhi kebutuhan hidupnya dalam kumpulana ini terdapat pula
kerukunan untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan dan hubungan timbal balik
yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini terbentuk suatau derajat
keterpaduan. Kelompok seperti itu yang tumbuhan dan hewannya secara bersama
telah menyesuaikan diri dan mempunyai suatu tempat alami disebut komunitas.
Konsep komunitas cukup jelas, tetapi sering kali pengenalan dan penentuan batas
komunitas tidaklah mudah.
Meskipun demikian komponen-komponen
komunitas ini mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di
suatu tempat dan untuk hidup saling bergantung yang satu dengan yang lain.
Komunitas memiliki derajat kepaduan yang lebih tinggi daripada individu-individu
dan populasi tumbuhan serta hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas
ditentukan oleh seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan mencapai dan mamapu
hidup di tempat tersebut, dan kegiatan anggota-anggota komunitas ini bergantung
pada penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi
yang ada di tempat tersebut.
Bila ditinjau dari segi deskritif suatu
komunitas dicirikan oleh komposisinya yang tertentu.sering kali perubahan
komposisi jenis di isi suatu komunitas lain sangat nyata. Dan bila jenis-jenis
utama dari dua komunitas berbeda sekali batas antara komunitas itu akan jelas
pula. Tetapi dapat pula perubahan komposisi jenis itu terjadi secara
berangsur-angsur sehingga batas anatara komunitas itu tidak jelas.
Perubahan-perubahan komposisi berkaitan dengan perubahan faktor-faktor
lingkungan, misalnya topografi, kelembapan, tanah, tamperatur dan iklim (bila
mencakup kawasan yang luas).
Suatu komunitas dapat
mengkarakteristikkan sutau unit lingkungan yang mempunyai kondisi habitat utama
yang seragam. Unit lingkungan seperti ini disebut biotop. Hamparan lumpur,
pantai pasir, gurun pasir dan unit lautan merupakan contoh biotop. Disini
biotop ditentukan oleh sifat-sifat fisik. Biotop-biotop lain dapat pula
dicirikan oleh unsur organisme nya, misalnya pada alang-alang, hutan tusam,
hutan cemara, rawa kumpai, dan sebagainaya.
Dalam suatu komunitas pengendali
kehadiran jenis-jenis dapat berupa satu atau beberapa jenis tertentu atau dapat
pula sifat-sifat fisik habitat. Meskipun demikian tidak ada batas yang nyata
antara keduanya serta kedua-duanya dapat saja beroperasi secara bersama-sama
atau saling mempengaruhi. Misalnya saja kondisi tanah, topografi, elefasi, dan
iklim yang memungkinkan cemara gunung ( casuarina junghuhniana )untuk berkembang
biak di suatu tempat, dan pada gilirannya kehadiran jenis cemara ini
menciptakan lingkungan tertentu yang cocok untuk pertumbuhan jenis hewan dan
tumbuhan tertentu. Suatu jenis yang dalam suatu komunitas jenis dominan, atau
dapat dikatakan pula sebagai jenis yang merajai.
Dikawasan tropika jarang sekali
terjadi komunitas alami dirajai oleh hanya satu jenis, dan bila ada biasanya
komunitas tersebut mempunyai habitat yang ekstrim yang hanya jenis-jenis
tertentu saja yang dapat toleran dan mampu hidup pada habitat tersebut. Sebagai
contoh dapay kita ambil hutan manggrove ( hutan payau atau hutan bakau ) yang
dirajai oleh beberapa jenis saja dan masing-masing jenis menjadi dominan pada
kondisi habitat tertentu. Pada umumnya dikawasan tropik dalam suatu komunitas
setiap jenis mempunyai kedudukan yang hampir sama, tidak ada yang menjadi ”
raja ” atau ” dominan”. Karekteristik komunitas dikawasan tropis adalah
keanekaragaman jenis tinggi. Keanekaragaman ( diversity ) adalah jumlah jenis
tumbuhan atau hewan yang hidup pada suatu tempat tertentu. Dihutan Kalimantan
misalnya dalam satu hektar teradapat pohon ( dengan diameter lebih dari 10 cm )
sebanyak kurang lebih 400-500 yang tergolong dalam 150-200 jenis, sehingga rata
setiap jenis hanya mempunyai kurang lebih 2 pohon perhektar. Tidak
demikian halnya dikawasan beriklim sedang dan dingin. Dalam satu hektar mungkin
hanya terdapat 10-20 jenis saja, bahkan kurang dari itu.
Keanekaragaman kecil terdapat pada
komunitas yang terdapat pada daerah dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya
kering, tanah miskin, dan pegunungan tinggi. Sementara itu keanekaragaman
tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan optimum. Hutan tropika adalah
contoh komunitas yang mempunyai keanekaragaman tinggi, seperti dicontohkan pada
hutan di Kalimantan. Sementara ahli-ahli ekologi berpendapat bahwa komunitas
yang mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi itu stabil sehingga sering
dikatakan diversity is sability. Tetapi ada juga ahli-ahli yang berpendapat
sebaliknya, bahwa keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua
pendapat ini di topang oleh argumen-argumen ekologi yang masuk akal,
masing-masing ada benarnya dan ada kekurangannya.
Hutan tropika basah merupakan komunitas
yang dominan di Indonesia. Sifat yang menyolok dari hutan tropis basah adalah
volum persatuan luas dari biomassa yang ada diatas tanah, sehingga memberi
kesan bahwa lahan yang ditumbuhinya itu merupakan lahan yang sangat subur.
Tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian, tanah hutan dikawasan tropis itu
umumnya miskin, kecuali tanah-tanah alufial yang baru dan tanah-tanah vulkanik.
Karena hujan lebat sering terjadi, maka tanah juga mudah sekali terkena
pembasuhan . Dalam keadaan demikian tidaklah efisien dan menguntungkan bagi
pertumbuhan apabila kesuburan itu di simpan dalam tanah Tanggap dalam keadaan
seperti ini, tumbuhan yang tumb dalam habitat itu melalui proses evolusi telah
mengadaptasikan diri dan mengembangkan suatu sistem untuk mencegah
kehilangan hara makanan. Sistem daun hara dalam hutan tropis basah sangat
ketat, tahan kebocoran dan berjalan cepat, arti kata bahwa hara makanan yang
dilepas oleh dekomposisi serasa segera di serap kembali untuk digunakan dalam
pertumbuhan dan kemudian digabungkan kedalam tubuh tumbuhan.
Oleh karena temperatur dan kelembapan
dikawasan tropik ini tinggi, serasa yang digugurkan oleh tumbuhan setiap hari
tidak tertimbun lebih lama dilantai hutan melainkan segera mengalami
dekomposisi. Proses dekomposisi berjalan jauh lebih cepat dari pada di
hutan-hutan beriklim sedang dan dingin. Serasa menghilang dalam waktu beberapa
minggu saja. Penyerapan hara makanan sering pula dibantu oleh kehadiran
jamur-jamur mikroriza yang hidup bersimbiosis dengan akar-akar. Miselia jamur
itu sendiri bertindak sebagai organ penyerap bagi tumbuhan inagnya. Sering pula
dapat dijumpai bahwa bulu-bulu akar dan miselia masuk kedalam daun-daun atau
jaringan-jaringan yang sedang berdekomposisi dan langsung menyerap hara
makanan.
Jadi jelas sekali bahwa sebagian besar
hara makanan yang dilepas oleh serasah tersebut tidak mempunyai kesempatan
untuk disimpan dalam tanah tetapi langsung dikembalikan ke dalam tubuh
tumbuhan. Dengan demikian nyata sekali bahwa sebagian besar hara makanan di
hutan tropis basah tersimpan dalam tumbuhan hidup. Oleh karena kondisi yang
seperti itu, maka akan terrjadi limpahan hara yang mendadak bila hutan ditebang
habis kemudian di ikuti dengan pembakaran, tetapi hara makanan tersebut tidak
akan tinggal terlalu lama dalam tanah karena akan segera dibasuh oleh hujan
lebat. Besar kesuburan tanah akan meningkat cepat tetapi hanya untuk sementara
saja dan biasanya menurun lagi dengan cepat dalam tempo beberapa tahun.
Ini yang menjadi alasan kenapa
perladangan berpindah hanya dapat bertahan beberapa tahun saja. Daun-daun bahan
organik dan mineral terputus sama sekali dengan adanya penebangan habis,
karena arus penyediaan penerus bahan-bahan organik dari tumbuhan hidup
terpenggal.
Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai
sifat-sifat komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana, memberi nama itu
dengan menggunakan kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas
seperti padang rumput, padang pasir, hutan jati.
Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah
dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik hidup maupun tidak.
Ringkasannya pemberian nama komunitas dapat berdasarkan :
1.
Bentuk
atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau indikator
lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan
Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan
sklerofil
2.
Berdasarkan
habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas
pantai pasir, komunitas lautan,dll
3.
Berdasarkan
sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas.
Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah
tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan
hujan tropik.
II.2
Pembagian Komunitas
Macam-macam Komunitas. Di alam terdapat
bermacam-macam komunitas yang secara garis besar dapat dibagi dalam dua bagian
yaitu
1.
Komunitas akuatik, komunitas ini
misalnya yang terdapat di laut, di danau, di sungai, di parit atau di kolam.
2.
Komunitas terrestrial, yaitu kelompok
organisme yang terdapat di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang
pasir, dll.
Menurut Nybakken (1988) bagi tumbuhan
akuatik, intensitas cahaya sangat menentukan penggunaan energy untuk
fotosintesis.Tumbuhan kekurangan energy jika intensitas cahaya berkurang. Semakin
cerah suatu perairan semakin jauh cahaya matahari yang dapat tembus kedalam
perairan dan dengan begitu akan banyak ditemukan tumbuhan laut seperti lamun
yang memerlukan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis.
Pada umumnya perairan organic lebih
cerah daripada perairan pantai yang banyak bahan-bahan berbentuk partikel dan
bahan terlarut yang terdapat didalamnya. Berdasarkan bentuknya, waduk
dapat diklasifikasikan atas waduk tipe danau (lake type), tipe sungai (river
type), tipe bercabang banyak (multiple branch type). Waduk Faperika dapat
digolongkan ke dalam tipe danau, karena terjadinya waduk ini akibat
pembendungan suatu dataran rendah dan bentuknya yang melebar.
Sumber air ini adalah air yang mengalir
dan meresap dari catchman area yang ada disekitarnya karena tidak ada aliran
sungai yang masuk ke waduk ini. (Nurdin et al, 1996). Komunitas
adalah kumpulan populasi yang hidup didaerah tertentu atau habitat fisik
tertentu dengan satuan yang terorganisir. Selanjutnya, dikatakan bahwa
komunitas merupakan suatu system dari kumpulan populasi yang hidup pada areal
tertentu dan terorganisasi secara luas dengan karakteristik tertentu, serta
berfungsi sebagai kesatuan transformasi metabolis.(Odum,1971).
Beberapa karakteristik struktur
komunitas yang biasanya dijadikan petunjuk adanya derajad ketidakstabilan
ekologis meliputi : keseragaman,dominansi, keragaman, dan kelimpahan.( Krebs,
1997) Wardoyo (1981), mengemukakan bahwa suhu air merupakan faktor yang cukup
penting bagi lingkungan perairan, kecerahan dan kekeruhan. Setiap spesies atau
kelompok mempunyai batas toleransi maksimum dan minimum untuk hidupnya.
Kenaikan suhu akan menyebabkan naiknya
kebutuhan oksigen untuk reaksi metabolisme dalam tubuh organisme. Kecerahan
adalah suatu parameter perairan yang merupakan suatu kedalaman
dari perairan atau lapisan perairan yang dapat ditembus oleh sinar matahari.
Kecerahan merupakan salah satu parameter dari produktivitas perairan karena
kecerahan perairan merupakan hubungan langsung dengan zona fotik.
Suhu berpengaruh secara langsung dan
tidak langsung terhadap organisme perairan. Secara langsung suhu berpengaruh
pada fisiologi fotosintesis, sedangkan secara tak langsung suhu menentukan
terjadinya stratifikasi atau pencampuran struktur perairan yang menjadi habitat
organisme perairan (Nontji, 1981).
Komunitas dapat dicatat dengan kategori
utama dari bentuk-bentuk pertumbuhan pertumbuhan (pohon, semak, belikar, lumut
dan alga) yang menyusun struktur komunitas hewan dan tumbuhan secara fisik (Odum,1971:Krebs,1978:Begon,Harper,dan
Townsend,1996).
II.3 Pengertian Pola Komunitas
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di
dalam, dan interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola (Hutchinson,
1953). Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu
waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama
lain.
Berikut adalah struktur komunitas dan karakter
komunitas
1. Kualitatif,
seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas. Vitalitas menggambarkan
kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif,
seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi kehadiran merupakan
nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat.
Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh,
atau persatuan luas/volume, atau persatuan penangkapan.
3. Sintesis adalah
proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah yang
berlangsung lambat secara teratur pasti terarah dan dapat diramalkan.
Suksesi-suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam
komunitasnya dan memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas
atau ekosistem yang disebut klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah mengalami
homoestosis. Menurut konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis
pioner oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai dengan
lingkungannya.
Banyak macam pengaturan yang berbeda-beda dalam standing
crop dari organisme yang memberikan sumbanagan kepada keanekaragaman pola di
dalam komunitas seperti, misalnya : 1. Pola stratifikasi (pelapisan tegak), 2.
Pola-pola zonasi (pemisahan ke arah mendatar), 3. Pola-pola kegiatan
(periodisitas), 4. Pola-pola jaring-jaring (organisasi jaringan kerja di dalam rantai
pangan), 5. Pola reproduktif (asosiasi-asosiasi orang anak-anak, klone-klone
tanaman dan sebagainya), 6. Pola-pola social (kelompok-kelompok dan
kawanan-kawanan), 7. Pola-pola ko-aktif (di akibatkan oleh pesaingan
antibiosis, mutualisme dan sebagainya), dan 8. Pola-pola stochastic
(diakibatkan oleh tenaga atau kakas acak).
II.4
Konsep pengamatan pola komunitas
Whittaker (1970) mengemukakan bahwa ada tiga konsep yang
dapat diterapkan dalam mengamati pola komunitas. Pertama, apa yang dinamakan gradasi
komunitas (community gradient, coenocline) yaitu konsep yang dinyatakan
dalam bentuk populasi. Kedua, konsep gradasi lingkungan (environmental
gradient), yang menyangkut sejumlah faktor lingkungan yang berubah secara
bersama-sama.
Umpamanya saja, dalam gradasi elevasi (elevation
gradient) termasuk factor-faktor penurunan suhu rata-rata, pertambahan curah
hujan, pertambahan kecepatan angin dan sebagainya, kearah ketinggian yang
meningkat. Factor-faktor ini secara menyeluruh mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan
hewan, dan sangat sulit menentukan factor mana sebenarnya yang paling penting
dalam sebuah populasi, tanpa eksperiman kelompok factor lingkungan berubah
secara bersama-sama. Sepanjang perubahan tersebut terjadi pula perubahan
komunitas, dan tentunya populasi dalam komunitas ini dipengaruhi
pula. Kedua hal tersebut dinamakan kompleks gradasi (complex
gradient). Ketiga, apa yang dinamakan gradasi ekosistem (ecocline), yang
dalam hal ini kompleks gradasi dan gradasi komunitas membentuk suatu kesatuan
dan membentuk gradasi komunitas dan lingkungan.
Penelitian komunitas dengan menghubungkan ketiga gradasi,
yaitu gradasi factor lingkungan, populasi dan karakteristik komunitas, disebut analisis
gradasi (whittaker, 1970). Dengan analisis gradasi ini factor-faktor
lingkungan dijadikan sebagai dasar dalam mencari hubungan yang erat antara
variasi lingkungan dengan variasi populasi jenis dan komunitas.
Sebaliknya juga variasi populasi jenis dan komunitas dapat
dipakai sebagai dasar penelitian komunitas ini dan kemudian gradasi komunitas
ini dapat di korelasikan dengan factor-faktor lingkungan yang mungkin juga
membentuk suatu gradasi. Cara yang terakhir ini disebut ordinasi yang
tidak lain adalah pengaturan komunitas-komunitas dalam suatu deretan menurut
variasi komposisinya. Sering pula cara ini disebut analisis gradasi tidak
langsung (indirect gradient analysis). Kedua cara ini merupakan alternatif
pendekatan terhadap komunitas dengan cara kualifikasi. Dengan pendekatan
klasifikasi ini, dibuat suatu pengenalan tipe komunitas dan kemudian komunitas
ini dikarakteristikkan dengan factor lingkungannya, komposisi jenis atau dengan
karakteristik komunitas lainnya.
Seringkali kita juga menggunakan analisis gradasi terhadap pola komunitas yang
mempunyai hubungan dengan beberapa faktor lingkungan. Di pegunungan umpamanya,
ketinggian dari permukaan laut dan kandungan air tanah(sebagai akibat keadaan
tofografi) mempunyai efek yang besar terhadap komunita, ini dapat dilakukan
dengan membuat transek yang memotong topografi, dan sepanjang transek ini pola
vegetasinya kita analisis. Whittaker(1970) membuat suatu pendekatan lain. Ia
membuat kedua kompleks gradasi tersebut menjadi sumbu vertikal dan horizontal
sebuah diagram. Contoh-contoh vegetasi diambil secara acak dari berbagai posisi
yang ada hubungannya dengan kedua faktor (sumbu) tersebut. Dalam tiap-tiap
posisi, vegetasinya dianalisis untuk memperoleh nilai penting (importance
value) masing-masing jenis tipe komunitas pun dapat dibuat.
Populasi, jenis dan tipe komunitas kemudian dapat di
gariskan dalam diagram tersebut untuk menunjukkan hubungannya satu sama lain
dan dengan lingkungan pegunungan.
II.5
Interaksi Antar Spesies Anggota Populasi
Interaksi yang terjadi antar spesies anggota populasi akan mempengaruhi
terhadap kondisi populasi mengingat keaktifan atau tindakan individu dapat
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan ataupun kehidupan populasi. Menurut
Odum(1993), setiap anggota populasi dapat memakan anggota-anggota populasi
lainnya, bersaing terhadap makanan, mengeluarkan kotoran yang merugikan
lainnya, dapat saling membunuh, dan interaksi tersebut dapat searah ataupun dua
arah (timbale balik). Oleh karena itu, dari segi pertumbuhan atau kehidupan
populasi, interaksi antar spesies anggota populasi dapat merupakan interaksi
yang positif, negative, atau nol.
Interaksi spesies anggota populasi merupakan suatu kejadian yang wajar di alam
atau di suatu komunitas, dan kejadian tersebut mudah di pelajari(irwan, 1992).
Interaksi antar spesies tidak terbatas antara hewan dengan hewan, tetapi
interaksi terjadi secara menyeluruh termasuk terjadi pada tumbuhan, bahkan
antar tumbuhan dengan hewan. (vickery,1984) menyatakan bahwa meskipun
pertumbuhan mampu menyintesis makanannya sendiri, namun kenyataannya tumbuhan
hijau tetap tidak pernah benar-benar independent (berdiri sendiri) banyak
spesies tumbuhan hijau yang bergantung pada hewan misalnya burung dan serangga
dalam memperlancar penyerbukan bunga dan penyebaran biji.
Demikian juga antar tumbuhan di alam dapat saling bergabung
membentuk hutan dengan berbagai pelapisan tajuk yang satu dengan lainnya saling
menutup, ada kalanya suatu spesies tumbuhan memerlukan rambatan atau harus
hidup menempel pada tumbuhan lainnya, ada kalanya suatu spesies tumbuhan perlu
naungan (penutupan) tumbuhan lainnya sehingga masing-masing organisme yang
berdampingan dapat melakukan tugas sesuai kedudukan dan fungsinya.
1.
Interaksi antar organisme
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup
yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang
sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau
individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di
sekitar kita.
Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat
erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan
sebagai berikut.
·
Netral
adalah hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama
yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak,
disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi.
·
Predasi
adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat
sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga
berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya,
yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.
·
Parasitisme
adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme
hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga
bersifat merugikan inangnya. Contoh : Plasmodium dengan manusia, Taeniasaginata
dengan sapi, dan benalu dengan pohon inang.
·
Komensalisme
adalah merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk
kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan
dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang
ditumpanginya.
·
Mutualisme
adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling
menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada
bintil akar kacang-kacangan.
2.
Interaksi Antarpopulasi
Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu
terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya. Contoh
interaksi antarpopulasi adalah sebagai berikut:
Ø Alelopati merupakan interaksi
antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi
tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang
ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat
toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.Contoh,
jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri tertentu.
Ø Kompetisi merupakan interaksi
antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan yang sama sehingga
terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan. Contoh, persaingan
antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.
3.
Interaksi Antar Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu
daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas
sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme,
misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari
ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas
sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air
sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut.
Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya
melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi
antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon
melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.
4.
Interaksi Antarkomponen Biotik dengan Abiotik
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk
ekosistem. Hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya
aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem
terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus
materi.
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem
dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya
keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini
tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem
untuk mencapai keseimbangan baru.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Ø Komunitas ialah kumpulan dari
berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat
keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Ø Macam-macam
Komunitas. Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar
dapat dibagi dalam dua bagian yaitu Komunitas akuatik dan komunitas
terrestrial.
Ø Karakter suatu komunitas yaitu meliputi Kualitatif,
Kuantitatif, dan Sintesis.
Ø Whittaker (1970) mengemukakan bahwa
ada tiga konsep yang dapat diterapkan dalam mengamati pola komunitas. Pertama,
apa yang dinamakan gradasi komunitas (community gradient, coenocline)
yaitu konsep yang dinyatakan dalam bentuk populasi. Kedua, konsep gradasi
lingkungan (environmental gradient), yang menyangkut sejumlah faktor
lingkungan yang berubah secara bersama-sama. Umpamanya saja, dalam gradasi
elevasi (elevation gradient) termasuk factor-faktor penurunan suhu
rata-rata, pertambahan curah hujan, pertambahan kecepatan angin dan sebagainya,
kearah ketinggian yang meningkat.
Ø Menurut Odum(1993), setiap anggota
populasi dapat memakan anggota-anggota populasi lainnya, bersaing terhadap
makanan, mengeluarkan kotoran yang merugikan lainnya, dapat saling membunuh,
dan interaksi tersebut dapat searah ataupun dua arah (timbale balik). Oleh
karena itu, dari segi pertumbuhan atau kehidupan populasi, interaksi antar
spesies anggota populasi dapat merupakan interaksi yang positif, negative, atau
nol.
Ø Interaksi spesies anggota populasi
merupakan suatu kejadian yang wajar di alam atau di suatu komunitas, dan
kejadian tersebut mudah di pelajari(irwan, 1992). Interaksi antar spesies tidak
terbatas antara hewan dengan hewan, tetapi interaksi terjadi secara menyeluruh
termasuk terjadi pada tumbuhan, bahkan antar tumbuhan dengan hewan.
III.2 SARAN
Saran
agar makalah ini dipergunakan sebagai referensi sebaik-naiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Indriyanto, 2008, Ekologi Hutan, Jakarta : Bumi Aksara
Odum, E. P., 1994., Dasar-Dasar Ekologi, Yogjakarta : UGM
Press
Pringgoseputro, S. , 1998, Ekologi
Umum, Yogjakarta: UGM Press
Resosoedarmo, S., 1989, Pengantar
Ekologi, Bandung: CV REMADJA KARYA
Soeriaatmadja, 1989, Ilmu
Lingkungan, Bandung: ITB Press